Sebelum membaca Refleksi saya, silahkan membaca latar belakang perenungan ini di dalam artikel Pergumulan paradoksikal mengenal Tuhan yang jauh transenden misterius namun dekat imanen beserta kita 

Saya coba refleksikan pemahaman Allah yang jauh transenden dengan Allah yang dekat beserta saya dalam pengalaman saya pribadi. Sejak tahun 1998 saya bergumul menderita di dalam sakit mental dan tahun 2000 di Sydney saya didiagnosa oleh seorang psikiater bahwa saya menderita Schizo Affective Disorder. Tahun 2008 saya di bandung didiagnosa seorang psikiater lain bahwa saya menderita Bipolar Disorder. Saya tidak tahu mana diagnosa yang tepat hanya yang saya tahu sejak tahun 1998 sampai tahun 2014 sekarang ini saya sudah ada 10 kali masuk rumah sakit karena penderitaan penyakit mental ini. Pergumulan hidup saya sering bersiklus dari normal, depresi, hypomania, mania dan psikotik. Ketika depresi, saya tidak mengerti kenapa saya tidak berenergi. Saya tidak mengerti kenapa pikiran saya sering kacau. Saya tidak mengerti kenapa emosi saya sangat depresi. Saya sesak. Saya juga kesal dengan diri sendiri karena badan saya sering sekali cepat lelah. Mengapa ? Apa yang terjadi pada saya ? Saya merasa malu dengan teman-teman sebab orang-orang semua sibuk bekerja dan aktif produktif sedangkan saya mungkin dinilai malas dan tidak produktif. Secara eksternal memang saya tidak banyak aktivitas tetapi di dalam internal mental saya semua sedang kacau. Saya merasa bersalah dan merasa menjadi anak Tuhan yang gagal dengan kelemahan mental saya. Saya merasa malu kepada teman-teman kalau ketika saya sedang mengalami mania disertai psikotik, saya melakukan hal-hal yang aneh dan sangat memalukan. Saya seringkali ingin menjelaskan bahwa saya tidak ada maksud atau sengaja melakukan hal itu. Itu diluar kontrol saya.  Tapi saya tidak ada keberanian menjelaskan hal itu. Perasaan malu dan bersalah terus menghantui saya. Saya sudah belajar banyak konseling biblika untuk mengatasi rasa malu dan bersalah tetapi ternyata menghilangkan luka perasan ini sangat tidak mudah. Ini semua tekanan yang menekan saya. Saya sering tidak ada muka ketemu orang lain. Seringkali saya merasa jauh dari Tuhan.

Saya sering berdoa dan menjerit di dalam hati saya. Mengapa saya mengalami seperti ini ? Tuhan tolong saya ! Tuhan sembuhkan saya ! Tuhan, tolong ringankan penderitaan saya ! Kasihanilah saya ! Ampuni dosa saya ! Saya terus berharap kelepasan dari hal ini. Saya pernah beberapa kali ke gereja yang katanya mempraktekkan kesembuhan dan juga mujizat. Doa-doa mereka tidak menyembuhkan saya. Saya dulu tahun 2000 pernah dibaptis ulang menurut kepercayan mereka. Oleh gereja yang tidak mengerti mengenai sakit mental, saya disangka diganggu setan dan katanya sudah diusir setannya namun saya tetap merasakan sakit mental ini. Semua ini teologi dan konsep yang salah ! Mereka tidak mengerti mengenai sakit mental. Mereka juga merasa bahwa Tuhan itu begitu dekat dan doa kita pasti dijawab bila kita beriman. Bagi saya sekarang ini adalah memaksakan kedaulatan Tuhan. Saya memang ingin terus kelepasan penderitaan dari Tuhan. Tetapi sampai sekarang saya tetap menderita penyakit ini. Tentunya melalui anugerah umum, Tuhan sudah menolong melalui obat-obatan. Tetapi saya tahu bahwa banyak kekurangan dan kelemahan yang tidak sembuh. Walaupun saya sudah tidak psikotik lagi tapi saya tidak banyak beraktivitas. Dua obat yang saya makan (antipsikotik dan anti mania) ditambah sakit penyakit saya membuat saya tidak banyak beraktivitas dan mudah lelah. Sebelumnya obat antipsikotik yang lama membuat saya makin lama makin gemuk. Semua ini membuat frustasi.    

Di balik semua frustasi dan ketidakmengertian hidup ini ada hal aneh yang menimpa saya. Sejak tahun 1998 saya masuk sekolah teologi karena saya ingin hidup saya jadi berkat dan melayani Tuhan. Perjalanan sekolah teologi ini adalah perjalanan yang tidak mudah. Sudah beberapa kali saya cuti akademis dan bila dihitung sejak tahun 1998 sampai tahun 2014 maka ada jeda waktu 16 tahun saya keluar masuk sekolah teologi. Di antara jeda 16 tahun ini ada relapse penyakit berkali-kali dan sampai masuk rumah sakit 10x. Enam belas tahun bukan jangka waktu yang pendek. Bila kita sekolah dari SD sampai universitas tamat itu adalah kira-kira 16 tahun ( SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun dan Universitas kira-kira 4 tahun ) dan saya menyelesaikan sekolah teologi selama 16 tahun. Dalam anugerah Tuhan, saya menjalani setiap prosesnya dari akademis, pelayanan weekend, pelayanan 1 bulan, pelayanan 1 tahun dan akhirnya thesis dan sidang thesis. Thesis sempat ganti judul 3x dan bersyukur karena pertolongan dosen pembimbing akhirnya topiknya final dan terus dibimbing sampai selesai. Saya menjalani perjalanan melelahkan di dalam belajar dan juga bergumul dengan sakit mental ini sampai akhirnya lulus pada bulan Oktober 2014 dan bisa pas wisuda pada bulan November 2014. Saya tahu semua ini semata-mata karena anugerah Tuhan. Ini bukan ketekunan saya. Saya jelas sudah babak belur dan sangat lemah. Sudah sering saya ingin lari, tidak tahan dan ingin mundur ditengah jalan. Tetapi terus ada dorongan dari banyak pihak untuk mendukung saya sambil berjalan terseok-seok. Ini  jelas pemeliharaan Tuhan. Dan anehnya para hamba Tuhan dan para dosen di dalam kelemahan dan kekurangan saya, mereka mendukung dan memberikan kesempatan serta menolong saya sampai lulus kuliah teologi. Saya renungkan bahwa mereka juga bertekun. Sampai sekarang saya tidak mengerti kenapa Tuhan ijinkan saya sekolah teologi begitu panjang. Bahkan di dalam proses pengenalan diri saya akhirnya sadar saya tidak cocok untuk pelayanan publik karena kelemahan penyakit mental saya. Di balik semua yang misterius dan tidak saya pahami ini saya tetap merasakan cinta kasih Tuhan dan penyertaanNya melalui keluarga, para hamba Tuhan, dan para dosen serta sahabat-sahabat di dalam Kristus. Kemudian saya mulai refleksi dan merenungkan bahwa Tuhan memang jauh transenden dan misterius sulit dimengerti tetapi Dia dekat imanen dan beserta kita. Mengenal Tuhan tidak mudah. Sampai sekarang di dalam depresi saya, saya jujur bahwa saya sering merasakan Tuhan jauh dari saya. Tetapi  saya belajar percaya dengan mata iman dan tidak mengandalkan perasaan, percayaa bahwa Dia mengasihi saya. Tidak ada yang memisahkan saya dari kasih Kristus. Saya percaya segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi  Tuhan. Saya percaya walaupun saya tidak mengerti sisi misteriusnya dibalik penderitaan ini.

Kiranya semua renungan ini hanya untuk kemuliaan nama Tuhan
Jeffrey Lim
26-10-2014

Add comment


Security code
Refresh

We have 4 guests and no members online