Allah orang Kristen adalah Allah Tritunggal (Trinity). Alkitab mengajarkan dengan tegas bahwa Allah adalah satu (Deut 6:4-5), namun Alkitab juga mengajarkan bahwa Allah mempunyai tiga pribadi (Mark 12:29-30, 1 Cor 8:4, Eph 4:6; 1 Tim 2: 5). Allah orang Kristen adalah satu Allah yang berpribadi tiga. Bukan tiga Allah (tritheism=seperti Hinduism). Namun juga bukan satu Allah dengan pribadi yang sama (modalism).

Allah Tritunggal adalah Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Darimana pengertian Tritunggal ini berasal ? Yaitu dari Alkitab sendiri. Perjanjian Baru mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Allah dan Dia punya hak untuk dipuji dan disembah. Yesus berjanji akan mengirimkan seorang Penolong lain yaitu Roh Kudus yang juga bersifat ilahi. Petrus berkata bahwa berbohong kepada Roh Kudus berarti berbohong kepada Allah. Selain itu, Tuhan Yesus memerintahkan supaya kita menjadikan semua bangsa murid Kristus dan membaptis mereka di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus ( Matt 28:18 ).

Tritunggal adalah pengertian yang diajarkan Alkitab. Allah orang Kristen adalah Allah Tritunggal. Pengertian ini adalah salah satu pengertian sentral dari Firman Tuhan. Pengertian Tritunggal merupakan salah satu pilar besar dalam memahami Allah dan FirmanNya. Apakah Allah Tritunggal itu sesuatu yang masuk akal? Apakah pengertian Tritunggal ini sesuai dengan logika manusia? Tentunya anda ingin langsung cepat-cepat menjawab bahwa pengertian Tritunggal adalah suprarasional (di atas rasio) dan juga supralogika (di atas logika). Memang betul bahwa pengertian Tritunggal ini adalah suprarasional dan supralogika. Namun apakah pengertian ini bisa dipahami oleh rasio manusia? Bila jawaban kita tidak yakin (skeptis), maka apakah pengertian Alkitab mengenai Tritunggal yang dinyatakan kepada kita, kita tetap ragu? Kalau kita bilang pengertian Allah Tritunggal tidak bisa dimengerti sama sekali (agnostic) maka kita jatuh pada posisi yang sama dengan Immanuel Kant, yaitu bahwa Allah tidak bisa dipahami.

Posisi yang diambil oleh para Reformator yaitu Allah bisa dimengerti sebatas Dia mewahyukan diriNya kepada kita dan dengan segala keterbatasan kita. Jadi pengertian Tritunggal bisa dimengerti namun bukan dimengerti secara komprehensif. Allah adalah Allah yang incomprehensible (bisa dimengerti namun bukan dimengerti secara komprehensif sebab bila kita mengerti Allah secara komprehensif maka kita memiliki omniscience yang merupakan properti dari Allah).

Point yang ingin disampaikan dalam artikel ini adalah apakah Allah Tritunggal ini dapat dimengerti dengan rasio kita? Apakah pengertian ini tidak bertentangan dengan rasio kita? Apakah pengertian Allah Tritunggal tidak bertentangan dengan logika kita? Bila bertentangan dengan rasio dan logika kita, bukankah itu sesuatu yang serius? Karena bukankah manusia adalah mahluk yang berasio dan berpikir? Dan kita juga menganalisa dan berpikir dengan rasio kita.

Sebelum meneruskan pembahasan ini, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu hukum logika manusia. Ini adalah hukum logika yang ditemukan oleh Aristoteles di dalam wahyu umum. Ini adalah hukum universal yang merupakan kebenaran. Setelah menjelaskan hukum logika ini maka saya akan menjelaskan bahwa bagaimana hukum logika dengan pengertian Trinity ini kelihatan seperti kontradiksi walaupun sebenarnya tidak. Dan terakhir saya akan menunjukkan bahwa di dalam memahami realita di dunia ini kita perlu konsep dari Trinity ini.

Law of non contradiction
Menurut Aristoteles, hukum logika adalah prinsip dari pikiran manusia dan juga dari hukum keberadaan. Kita menggunakan hukum logika untuk memahami struktur logika dari dunia ini. Prinsip hukum logika (hukum non kontradiksi) adalah prinsip pikiran yang penting sebab ini adalah prinsip dari keberadaan. Apakah hukum non contradiction itu? Definisi yang sederhana adalah “A tidak dapat sama-sama B dan non-B pada waktu yang sama dan pada pengertian yang sama”. Pengertian ini adalah contohnya “Object A tidak dapat bulat (B) dan kotak (non-B) pada saat yang sama dan pada pengertian yang sama. Atau contoh yang lain adalah Allah tidak dapat kudus (B) dan tidak kudus (non B), tidak dapat baik (B) dan tidak baik (non B) pada saat yang sama dan pengertian yang sama.

Mungkin anda masih bingung mengenai hukum logika ini karena belum terbiasa berpikir secara demikian. Kita lihat contoh yang sederhana dalam hidup sehari-hari. Pada suatu hari Hans Halim sedang makan siang dengan Jimmy Liang. Sesudahnya, mereka pergi ke gereja dan di sana ditanyai oleh Ferry Widjaja,“Apakah Hans sudah makan?”Hans menjawab,“sudah.” dan Jimmy menjawab,“belum.”Ini kontradiksi, bukan? Tidak mungkin Hans sudah makan dan belum makan pada saat yang bersamaan dan dalam pengertian yang sama. Jelas ada sesuatu yang tidak beres. Sebab tidak mungkin kebenaran itu berkontradiksi. Itu adalah either Hans sudah makan (B) atau Hans belum makan (non B). Tidak mungkin kedua-duanya. Ini contoh dari hukum kontradiksi.

Sampai sini mungkin anda berpikir, “Saya masih belum percaya bahwa hukum non contradiction ini hukum dasar dari pola pikir manusia. Saya tidak setuju pikiran ini dan saya menyangkal hukum non contradiction ini.” Ketika anda menyangkal hukum non contradiction maka anda menggunakan hukum ini untuk menyangkalnya. Mengapa? Sebab hukum ini adalah self-evident dan juga tidak dapat dihindarkan. Hukum ini harus digunakan bahkan ketika dipakai untuk menyangkal hukum ini. Anda berpikir bahwa hukum non contradiction hukum utama logika (B) adalah salah. Maka anda harus memilah bahwa seharusnya yang betul adalah yaitu hukum non contradiction bukan hukum utama logika. (non B). Dan anda menggunakan hukum ini.

Saya masih mau terus menekankan kebenaran dari hukum ini. Saya jelaskan pola pikir Timur yang menolak hukum ini. Orang Asia (East) sering mengatakan bahwa pola berpikir Barat (West Logic) adalah salah. Di Barat “A tidak dapat B dan Non B pada saat yang sama dan pada pengertian yang sama” namun di Timur, logika ini lebih lengkap. Menurut East Logic “A dapat B dan Non B pada saat yang sama dan pada pengertian yang sama.”Orang Timur (East) dalam filsafatnya memahami realita bahwa hitam dan putih dapat bersama-sama (Yin Yang, di dalam putih ada hitam, di dalam hitam ada putih, hitam dan putih bisa sama-sama pada saat yang sama dan pada pengertian yang sama).

Pikirkan kebenaran ini dengan lebih dalam sejenak. Apakah pola pikir non contradiction salah? Pola pikir Barat West Logic (non contradiction) adalah either B or non B, sedangkan pola berpikir Asia East Logic adalah both B and non B. Ketika orang Asia berkata bahwa pola pikir Barat salah maka dia berlogika bahwa pola berpikir Barat salah dan pola berpikir Timur benar. Dan dia harus berlogika bahwa either West Logic (B) atau East Logic (non B). Di sini orang Timur menggunakan hukum logika non contradiction untuk menyatakan bahwa pola berpikir orang Barat (West Logic) salah. Atau bila orang Timur konsisten dengan East Logicnya maka B dan Non B bisa sama-sama benar. Dan akibatnya orang Timur tidak bisa bilang bahwa pola berpikir Barat salah. Sebab pola pikir Barat (B) yang tidak sama dengan Timur (non B) bisa sama-sama benar. Kesimpulannya adalah hukum non contradiction tidak dapat dihindarkan dan ini adalah logika yang universal, baik di Timur maupun Barat.

Law of non contradiction and Trinity
Kita tahu bahwa hukum contradiction ini benar. Dan kita juga beriman bahwa Trinity adalah benar. Berbicara Trinity salah maka anda tidak percaya doktrin Alkitab. Dan berbicara hukum non contradiction salah juga anda menolak hukum logika yang merupakan hukum utama dalam berpikir. Namun bagaimana mensinkronkan keduanya?“A tidak bisa B dan non B pada saat yang bersamaan dan pengertian yang sama.”Bagaimana dengan Trinity dan hukum non contradiction?“Allah tidak bisa satu dan tiga (bukan satu) pada saat yang bersamaan dan pengertian yang sama.”Bila Allah satu dan bukan satu pada saat yang bersamaan dan pengertian yang sama bukankah ini melanggar hukum logika?

Dalam artikel yang singkat ini saya simpulkan bahwa Allah adalah satu dalam pengertian tertentu dan tiga dalam pengertian tertentu. Bukan satu dan tiga dalam pengertian yang sama. Teolog Reformed menjelaskan bahwa Allah satu esensi (ousia) dan tiga substansi. (Untuk lebih jelasnya, baca “Systematic Theology” by Louis Berkoff hal 82-99).

Doktrin Allah Tritunggal tidak bertentangan dengan logika. Bukan saja tidak bertentangan dengan logika, doktrin Allah Tritunggal bahkan bisa menjelaskan rahasia reality di dalam dunia ini mengenai problema satu dan banyak. Tanpa konsep Allah Tritunggal maka manusia tidak bisa mengerti natur dari reality yang diciptakan oleh Allah. Mari kita teruskan.

Problem one and many in reality.
Di dalam dunia ini, para filsuf bergumul dengan masalah satu dan banyak. Permasalahan ini timbul karena manusia berusaha mendapatkan kesatuan (unity) di tengah-tengah keanekaragaman (diversity). Contoh permasalahan satu banyak adalah mengenai reality. Apa itu reality? Kita mengerti di dalam Kristen (saya tidak perlu berbicara mengenai pandangan Plato, Aristoteles, etc mengenai reality tetapi langsung dari konsep Kristen), bahwa reality adalah Allah Pencipta dan Dia menciptakan dunia ini. Dunia ini adalah realita ciptaan Tuhan. Para filsuf berpikir, sebenarnya reality ini satu atau banyak. Di dalam dunia ciptaan, reality adalah manusia, mahluk hidup, tumbuh-tumbuhan, virus, material, Hans Halim, gereja, dan lain-lain. Apakah reality ini banyak? Kelihatannya seperti banyak dan beraneka ragam (diversity). Dunia ini terlihat sepertinya beraneka ragam. Banyak sekali isinya, manusia, alam dan mahluk hidup lainnya yang harus dihubungkan satu sama lain. Bila reality adalah banyak dan beraneka ragam namun tidak ada satu kesatuan, bagaimana menghubungkan antara reality yang satu dan yang lain? Bagaimana hubungan manusia dengan alam, mahluk hidup lain dan benda-benda bila semua reality ini banyak dan terpisah ?

Saya akan menjabarkan dari filsafat computer science mengenai object oriented, yang melihat reality dari segi objek. Setelah kita bisa berpikir maka kita belajar untuk mengorganisir pengalaman. Kita membeda-bedakan satu objek dengan objek lainnya. Kita mengelompokkan objek yang satu dan objek yang lain. Dengan bertambahnya pengalaman, kita mengorganisirkan semuanya dengan lebih luas. Misalnya kita mengelompokkan “Hans Halim” dalam kelompok manusia. Kemudian manusia dikelompokkan di dalam kelas yang lebih besar yaitu mamalia, makhuk hidup, makhluk (beings) dan keberadaan (being). Proses ini disebut abstraksi. Hans Halim mewarisi (inheritance) karakteristik dari manusia. Manusia mewarisi karakterisktik dari mahluk hidup dan sebagainya. Proses abstraksi ini adalah usaha untuk masuk semakin mendalam ke dalam realita hingga ke esensinya. Di sisi lain, proses abtraksi mengakibatkan kerugian kognitif. Ternyata Hans Halim lebih dari sekedar manusia. Dia suka komputer. Dia suka berbicara dan berdebat. Dia suka makan. Kualitas ini tidak ada di dalam definisi manusia “human” saja. Maka setiap langkah dalam proses abtraksi adalah langkah menuju kekosongan karena kehilangan informasi. Abstraksi tertinggi yaitu “keberadaan” (being) mencakup segala hal namun keberadaan ini tidak mencakup hal apapun yang spesifik.

Langkah selanjutnya dari abstraksi adalah kita menuruni tangga itu dari yang umum kepada yang khusus. Mahluk hidup – mamalia – manusia – Hans Halim. Namun Hans Halim bisa saja merupakan sebuah abstraksi sebab konsep tentang Hans Halim terdiri dari banyak pengalaman. Hans Halim mempunyai hati, jantung, mulut, DNA, karakter, kebiasaan. Hans Halim terdiri dari (aggregation) hati, jantung, kepala, tangan, kaki.

Mereka yang ingin mendapatkan pengetahuan bergerak dari yang abstrak kepada yang konkret, ingin mereduksi pengetahuan tersebut sampai pada partikularitas terkecilnya. Unsur-unsur apakah yang termasuk dari konsep Hans Halim? Apakah programnya yang dia buat bagi gereja? apakah warna kulitnya? Apakah bentuk rambutnya ? Apakah karakteristiknya yang khas? Apakah struktur organ tubuhnya?

Ketika kita terus memahami esensi yang sesungguhnya dari Hans Halim dan menggali dari pengertian umum akhirnya kita masuk kepada partikular yang spesifik. Atau mungkin sampai terakhirnya yang paling spesifik adalah atom-atom yang membentuk esensi Hans Halim. Atau Aristoteles mengatakan bahwa yang paling ultimat adalah unsur prime ( utama = prime matter ).
Sewaktu kita menaiki tangga abstraksi kita kehilangan isi mengenai Hans Halim, demikian juga sewaktu kita menuruni tangga abstraksi kita kehilangan isi mengenai Hans Halim. Apa yang bisa diketahui dari unsure prime mengenai Hans Halim? Apa yang bisa diketahui dari abstraksi keberadaan mengenai Hans Halim? Apakah Hans Halim? Apakah definisi mengenai Hans Halim? Apakah realita mengenai Hans Halim? Realita mengenai Hans Halim itu sebenarnya yang mana yang ultimat? Apakah keberadaan abstrak yang merupakan realita ultimat? ataukah partikular yang merupakan realita yang ultimat? Jika keberadaan abstrak merupakan realita yang ultimat maka tidak ada partikularitas. Jika partikular adalah realita yang ultimat maka tidak ada kesatuan di dalam dunia ini.

Realita Hans Halim itu satu atau banyak? Kesatuan abstrak atau partikular abstrak? Filsuf dunia gagal untuk melihat realita dunia ini. Sebagian melihat sebagai kesatuan abstrak dan sebagian lagi melihat sebagai partikularitas abstrak. Atau sebagian melihat kombinasi keduanya namun tetap tidak bisa melihat pengertian sebenarnya dari realita ini. Mengapa? Sebab masalah satu banyak ini ada di dalam Tritunggal. Allah Tritunggal adalah standard ultimat dan kriteria final bagi kebenaran dari pikiran mahluk ciptaan. Allah Tritunggal menunjukkan kepada kita paling tidak dalam istilah-istilah umum bagaimana kesatuan dan keragaman ultimat bisa dipersatukan. Sebab natur Allah adalah satu dan banyak. Karena Allah Tritunggal maka kita mengerti konsep Unity in Diversity.

Banyak penjelasan yang tentunya tidak memuaskan anda dalam artikel yang hanya sedikit ini dan untuk memahami hal ini lebih dalam, saya memberikan rekomendasi untuk membaca buku:
1. The Doctrine of the Knowledge of God by John Frame
2. Cornelius Van Till : The Analysis of His thought by John Frame

Jeffrey Lim

Bibliography :
Systematic Theology by Louis Berkhoff ( mengenai Trinity )
Ultimate Question : Introduction to Philosophy by Ronald N Nash ( mengenai Law non contradiction )
Can Man Live Without God by Ravi Zacharia ( mengenai Law non contradiction )
Cornelius Van Till : The Analysis of His thought by John Frame ( mengenai one and many )
The Doctrine of the Knowledge of God by John Frame ( mengenai one and many )
Unshakable Foundations by Norman Geisler ( mengenai law non contradiction )
Concise Theology by J.I Packer ( mengenai Trinity and Bible quotation )

Add comment


Security code
Refresh

We have 6 guests and no members online